SELAMAT DATANG DI BLOG RESMI BADRUDDIN MUHAMMAD

Rabu, 24 Maret 2010

KRITIK IBN AL-JAUZI TERHADAP ULAMA

Oleh:
Badruddin

A. Sekilas tentang Ibn al-Jauzi
Ibn al-Jauzi, dengan nama lengkap Abdurrahman bin Ali bin Muhammad bin al-Jauzi al-Qurasyi al-Baghdadi, lahir di Bagdad pada tahun 508 H./1114 M. dan meninggal di kota kelahirannya juga pada tahun 597 H./1201 M. Ibn al-jauzi merupakan salah seorang ulama di jamannya yang memiliki spesifikasi dibidang ilmu sejarah dan Hadits.
Ia seorang ulama yang produktif, tercatat sebanyak 300 judul buku yang dikarangnya. Di antara tulisan-tulisannya adalah Manaqib Umar bin Abd al-Aziz, Manaqib Umar bin Khaththab, al-Adzkiya' wa Akhbaruhum, an-Nasikh wa al-Mansukh, al-Muntazham fi Tarikh al-Muluk wa al-Umam. Yang terakhir ini, terdiri dari 6 juz dan kemudian disarikan olehnya menjadi satu buku dengan judul Mukhtashar al-Muntazham. Diantara tulisan-tulisannya yang sangat berharga adalah al-Maudhu'at fi al-Hadits dan kitab Zad al-Masir fi Ilm at-Tafsir.
B. Kitab Talbis Iblis
Kitab Talbis Iblis, juga merupakan salah satu kitab Ibn al-Jauzi yang yang dipandang oleh banyak kalangan sangat berharga, karena kitab ini mendiskusikan aspek-aspek teologis dengan logika psikologis, filosofis, dan fideism, yang membongkar kedok orang-orang yang telah melakukan kebohongan atas agama (al-muftarin) dan menyingkap cadar-cadar kesalahan dan penyimpangan kaum sufi (sufiyah) yang telah mengajarkan paham spiritual esoterik yang tidak berdasar, menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal.
Tujuan penulisan kitab ini, menurutnya, untuk melakukan purifikasi terhadap aspek-aspek agama yang dianggap telah menyimpang dengan memberikan peringatan akan terjadinya fitnah dan mihnah, menyingkap perkara yang tertutup, menelanjangi kebatilan yang sangat samar dan dapat menyerupai kebenaran. Ibn al-jauzi, membagi kitab ini ke dalam tigabelas (13) bab, yang secara keseluruhan menyingkap upaya atau serangan 'pengkaburan' (talbis) yang dilakukan Iblis terhadap umat yang telah menggunakan nalar agama dalam berbagai aspek. 13 bab yang dimaksud adalah: 1. al-Amr bi Luzum as-sunnah wa al-jamaah, 2. Dzamm al-Bida' wa al-Mubtai'in, 3. at-Tahdzir min Fitan Iblis wa Makayidih, 4. Ma'na at-Talbis wa al-Ghurur, 5. Dzikr Talbisih fi al-'Aqaid wa ad-Diyanat, 6. Dzikr Talbisih 'ala al-Ulama' fi Funun al-Ilm, 7. Dzikr Talbisih 'ala al-Wulat wa as-Salathin, 8. Dzikr Talbisih 'ala al-Ibad fi Funun al-Ibadat, 9. Dzikr Talbisih 'ala az-Zuhhad, 10. Dzikr Talbisih 'ala ash-Shufiyah, 11. Dzikr Talbisih 'ala al-Mutadayyinin bima Yusybihu al-Karamat, 12. Dzikr Talbisih 'ala al-'Awwam, 13. Dzikr Talbisih 'ala al-Kull bi Tathwil al-Amal.
C. Kritik ibnu al-Jauzi terhadap Ulama
Ibn al-jauzi, dalam melakukan kritik terhadap ulama, ia menempatkannya pada bab ke-6 dalam kitab Talbis Iblis. Menurutnya, Iblis bertamu pada manusia guna melakukan talbis melalui berbagai macam cara. Ada yang tampak dan jelas (distinct). Sekalipun manusia mengetahui hal sedemikian itu, kebanyakan dari mereka terkalahkan oleh pengaruh dorongan nafsu, maka disinilah Iblis mempengaruhi manusia agar ia memejamkan mata kebenaran, menelantarkan petunjuk ilmu yang dimilikinya dan bahkan mencampakkan ilmu pada tenpat dan tujuan yang hina. Di antara jalan yang di tempuh Iblis ada pula yang samar (indistinct), yaitu jalan yang tersembunyi dan tidak banyak diketahui oleh kebanyakan ulama. Ibn al-Jauzi, mengklasifikasi ulama dengan berbagai disiplin ilmu yang digelutinya ke dalam delapan bidang ilmu. Diantaranya: 1. Al-Qurra', 2. Ashhab al-Hadits, 3. Al-fuqaha', 4. Ahl al-Jadal bi Kalam al-Falasifah, 5. Al-Wu'azh, 6. Ahl al-Lughah, 7. Asy-Syu'ara', 8. Al-Kamilin min al-Ulama'.

1. Al-Qurra'
Menurut Ibn al-Jauzi, talbis Iblis dapat menimpa qurra' (ulama-ulama yang membidangi bacaan al-Qur'an). Sebagai contoh, diantara mereka ada yang menyibukkan diri dengan al-qira'at asy-syadzdzah (bacaan-bacaan aneh, tidak lazim), ia menghabiskan sebagian banyak dari umurnya hanya untuk mempelajari, menulis kitab tentang al-qira'at asy-syadzdzah, menjadi orang yang lebih fasih bacaannya, sehingga ia tidak punya kesempatan untuk mengetahui masalah-masalah fardhu dan yang wajib. Sering ditemukan seorang imam masjid mengalunkan suara bagai seorang yang paling fasih, sementara ia tidak mengerti perkara yang membatalkan shalat.
Seandainya mereka mau berfikir, maka mereka akan tahu bahwa tujuan yang benar adalah menjaga, meluruskan pengujaran dan memahami makna al-Qur'an, kemudian mengamalkan dan mau menerima anjuran al-Qura'n guna memperbaiki jiwa dan menyucikan ahlak, setelah itu menyibukkan diri dengan hal yang urgen, yaitu ilmu-ilmu syara'. Hasan al-Bashri mengatakan: "Al-Qur'an diturunkan untuk diamalkan, kemudian banyak orang menjadikan kegiatan 'membaca' al-Qur'an sebagai amal ibadah." Artinya mereka membatasi pada kegiatan membaca al-Qur'an dan meninggalkan mengamalkannya.
2. Al-Muhadditsun
Di antara muhadditsin atau ashhab al-Hadits, terdapat sekelompok yang menghabiskan umurnya hanya untuk mendengarkan (menerima riwayat) Hadits dan melakukan perjalanan jauh untuk itu, mengumpulkan berbagai jalan periwayatan, mencari sanad (sandaran) yang berkualitas, dan matan Hadits yang gharib (ganjil).
Secara garis besar mereka dapat digolongkan ke dalam dua kelompok, pertama: Mereka yang bertujuan memelihara syara' (agama), yaitu dengan mengetahui kesahehan Hadits dari yang cacat. Kelompok ini, merupakan kelompok yang terpuji. Hanya saja, menurut Ibn al-Jauzi, Iblis masih dapat melakukan pengkaburan atas mereka dengan cara menyibukkan mereka dengan perkara Hadits, sehingga tidak memiliki kesempatan memikirkan atau melakukan; perkara fardhu ain dari apa yang semestinya menjadi kewajiban atas diri mereka, bersungguh-sungguh dalam melaksanakan yang seharusnya, memperdalam pengetahuan (tafaqquh) tentang kandungan Hadits. Diantara mereka ada yang memahami Hadits seperti pemahaman orang bodoh dan ia mengamalkannya. Padahal bukan itu yang dimaksud. Misalnya hadists Nabi berikut ini:
روي عن رسول الله (ص): أنه نهى أن يسقى الرجل ماءه زرع غيره.
Artinya: Diriwayatkan dari Rasulullah saw.: Bahwasanya ia telah mencegah seseorang mengalirkan airnya pada tanaman orang lain.
Hadits ini dipahami oleh sekelompok muhadditsin sebagaimana adanya. Sehingga diantara mereka ada yang mengatakan, apabila kami memiliki kelebihan air di ladang kami, kami alirkan pada (ladang) tetangga kami, dengan tetap memohon ampun kepada Allah. Ternyata, baik yang mengatakan maupun yang mendengarkan tidak memahaminya, mereka tidak merasa bahwa yang dimaksud adalah menyetubuhi wanita yang bukan istrinya.
Diantara mereka ada yang berani memberi fatwa dengan kebodohannya, tidak hafal al-Qur'an dan tidak mengetahui rukun-rukun shalat. Mereka sibuk dengan fardhu kifayah meninggalkan fardhu ain. Mendahulukan perkara yang tidak penting atas yang penting merupakan talbis Iblis.
Kedua: Kelompok yang memprioritaskan mendengarkan (menerima riwayat dengan cara mendengarkan) Hadits dengan tujuan yang tidak benar. Mereka tidak ingin mengetahui Hadits yang saheh dari yang cacat, melainkan tujuan mereka adalah mencari kemuliaan dalam pandangan manusia dan keganjilan-keganjilan. Mereka menjelajahi berbagai negeri, supaya dapat mengatakan: "Aku telah bertemu si fulan yang menguasai berbagai sanad Hadits yang tidak terdapat pada orang lain. Dan aku memiliki bebagai Hadits yang tidak dimiliki oleh selain aku."
Diantara mereka ada yang meriwayatkan Hadits dengan menyebutkan tempat yang jauh ketika ia menerima Hadits itu. Ini dilakukan, agar semua orang beranggapan bahwa ia telah bersusah payah dalam memperoleh Hadits. Ibn al-Jauzi mengatakan, ini semua jauh dari keikhlasan. Tujuan mereka adalah berlabuh dari satu tempat ke tempat lain hanya untuk pamir.
Diantara mereka ada yang suka ghibah dengan mengatakan: Kasihan si fulan...., lalu berpura-pura mendoakan kebaikan untuknya.
Talbis Iblis pada ulama Hadits, antara lain, adalah meriwayatkan Hadits palsu. Ini merupakan perbuatan kriminal atas agama. Tujuan mereka adalah memperbanyak periwayatan dan agar Hadits yang riwayatkan menjadi laku.
3. Al-Fuqaha'
Fuqaha', pada era sebelumnya, adalah orang-orang yang menguasai al-Qur'an dan Hadits Nabi. Kemudian keadaan ini semakin lama semakin merosot, sehingga belakangan banyak orang mengatakan, cukup bagi kita mengetahui ayat-ayat ahkam dari al-Qur'an dan berpegang pada kitab-kitab hadits masyhur, seperti Sunan Abu Daud dan lain sebagainya. Mereka telah meremehkan maslah ini, menggunakan ayat al-Qur'an sebagai hujjah sementara ia tidak mengerti maknanya, dan juga menggunakan hadits sementara ia tidak mengetahui apakah hadits itu saheh atau tidak, mungkin juga berpegang pada qiyas yang bertentangan dengan hadits saheh yang tidak diketahui karena tidak banyak melongok untuk mengetahi an-naql (cara pengambilan hadits sebagai hujjah). Hukum fikih itu lahir dari al-Qur'an dan Sunnah, bukan lahir dari sesuatu yang tidak diketahui sumber pengambilan hukumnya.
Talbis Iblis atas fuqaha', bahwa prioritas mereka dalam mencari ilmu adalah al-Jadal (adu argumentasi). Mereka menduga, dengan demikian itu, dapat membenarkan dalil atas hukum, mengupayakan ketentuan hukum bagi detil-detil agama dan motif-motif berbagai madzhab fikih. Seandainya pengakuan itu benar, maka mereka lalu menjadi sibuk dengan semua urusan yang teramat luas, agar dapat memperluas perbincangan, sehingga dengan itu seorang dapat melakukan adu argumentasi di hadapan orang banyak dengan tujuan persaingan.
4. Kalam al-Falasifah
Talbis Iblis pada ulama, bahwa mereka telah menggunakan perkataan para filosuf dalam perdebatannya. Mereka telah mendahulukukan qiyas (analog) dari pada Hadits yang dapat digunakan sebagai dalil. Hal ini mereka lakukan hanya untuk memperluas wilayah dan meperpanjang perdebatan. Mereka telah meninggalkan kebiasaan ulama salaf, yaitu munashahah (saling menasehati) dengan kebenaran, buka mujadalah.
Diantara talbis Iblis pada fuqaha' adalah kedekatan (mukhalathah) ulama dengan penguasa, berpura-pura, meninggalkan kemungkaran padahal ia mampu mencegahnya. Dan terkadang, talbis Iblis juga terjadi pada ulama yang menjauhkan diri dari penguasa, karena memenuhi panggilan ibadah dan agama. Karena itu Iblis menghiasi mereka dengan pergunjingan (ghibah) atas ulama yang mendatangi penguasa, sehingga mereka ditimpa dua bencana, yaitu mempergunjingkan orang dan memuji diri.
Talbis Iblis yang lain pada fuqaha' adalah sebagian dari mereka mengambil harta dari wakaf madrasah yang dibangun untuk pencari ilmu.
Diantara ulama ada yang memiliki akidah yang benar, akan tetapi mereka terkalahkan oleh hawa nafsu dan kesenangan syahwat, mereka tidak memiliki cara untuk berpaling darinya, karena nafsu melakukan mujadalah telah menggerakkan kesombongan dan kebanggaan atas dirinya.
5. Al-Wu'adh dan Qushash
Al-Wu'adh (para penasehat agama) di zaman dahulu adalah ulama dan sekaligus fuqaha'. Seorang alim dan penguasa juga suka menghadiri majlis nasehat agama. Misalnya seperti Abdullah bin umar ra., telah menghadiri majlis Abid bin Umaer, Umar bin Abdul Aziz menghadiri majlis al-Qash. Kemudian keadaannya semakin lama semakin memburuk, orang-orang bodoh mulai terlihat mengambil peran. Anehnya mereka mendapatkan tempat dihati manusia, sehingga orang awam dan wanita sangat bergantung pada mereka dan tidak mau sibuk dengan mencari ilmu.
Diantara qushash, ada sekelompok yang membuat hadits-hadits palsu tentang targhib (anjuran, berita gembira) dan tarhib (larangan, ancaman). Di sinilah Iblis melontarkan bisikan pada mereka, sehingga mereka mengatakan; Bahwa tujuan kami adalah memotivasi orang untuk berbuat baik dan mencegah berbuat berbuat keji. Mereka lupa sabda Nabi saw.:
من كذب علي متعمدا فليتبوأ مقعده من النار
Artinya: "Barangsiapa yang mendustakan atas diriku dengan sengaja maka ia telah mempersiapkan tempat duduknya di neraka" (HR. Ahmad)
Beginilah, Iblis melakukan talbis pada mereka dengan membisikkan tujuan mengarahkan orang pada mahabbatullah. Sebagaimana di ketahui, bahwa majlis seperni itu banyak dihadiri oleh orang-orang awam.
Diantara mereka juga ada yang memperlihatkan kecintaan kepada Allah dan kekhusyu'annya dan bahkan ada yang membiarkan diri menangis agar dikesankan khusyu'.
Terkadang nasehat itu benar adanya, hanya saja penyampainya adalah orang yang hatinya menyukai kepemimpinan di zamannya, sehingga ia harus dihormati. Tandanya seorang alim seperti ini, apabila hadir seorang penasehat lain yang dapat mengganti kedudukannya atau membantunya, ia sangat tidak menyukai. Seandainya ia memiliki niat yang benar, maka ia akan menyukai bila ada orang yang dapat membantu tugas dakwahnya.
6. Ahl al-Lughah wa al-Adab
Ahl Lughah wa al-Adab (ahli bahasa dan sastra) dapat juga terjangkit talbis Iblis, sehingga mayoritas dari mereka sibuk dengan ilmu nahwu dan bahasa dari pada perkara-perkara yang penting dan fardhu ain baginya, yaitu mengetahui urusan ibadah dan yang lebih utama lagi adalah mengetahui adab bagi jiwa dan hati. Dan yang lebih utama dari bahasa dan nahwu adalah ilmu tafsir, hadits, dan fiqh. Mereka menghabiskan hidupnya dalam ilmu (bahasa) yang sesungguhnya tidak untuk ilmu itu sendiri, melainkan untuk yang lain. Sesungguhnya manusia, apabila ia telah memahami 'kata', maka seharusnya ia meningkat pada melaksanakan (mengamalkan) kata itu.
Banyak diantara ahli bahasa yang hampir tidak paham etika, tatacara syariat (ibadah), dan jika ada jumlahnya sedikit sekali. Dengan kondisi seperti ini, mereka sangat sombong, mereka telah direkayasa Iblis bahwa dirinya adalah ulama, karena nahwu dan bahasa adalah bagian dari ilmu Islam, dan dengan bahasa, al-Qur'an dapat dipahami maknanya.
7. Asy-Syu'ara'
Iblis telah melakukan talbis atas syu'ara' (para penyair) dengan memperlihatkan pada mereka bahwa dirinya adalah budayawan yang memiliki kecerdasan lebih sehingga mereka beranggapan bahwa dirinya berada pada kelas yang berbeda dengan kebanyakan orang. Mereka seperti orang yang haus memasuki lembah kedustaan, melemparkan tuduhan, mengejek, mengoyak kehormatan, melegitimasi kemaksiatan. Karena seorang penyair dapat memberikan pujian pada orang lain, ia ditakuti akan berbuat sebaliknya, yaitu melemparkan ejekan. Atau ketika ia melemparkan pujian pada seseorang, sesungguhnya ia telah mempermalukan di depan orang banyak, lebih-lebih ketika pujian itu dusta dan melampaui batas. Banyak ditemukan, bahwa berkumpulnya mereka hanya untuk kemaksiatan dan minum khamer. Kebanyakan dari mereka apabila mengalami kesulitan hidup, mereka mengumpat, berbuat kufur dan menyalahkan takdir Tuhan, misalnya sair dibawah ini:
لئن سمت همـتي في الفضل عالـية  فإن حظي ببطن الأرض ملتـصق
كم يفعـل الدهر بي ما لا أسر به  وكم يسيء زمـان جائـر حنق
Artinya:
Kalau lah cita-citaku untuk menggapai kemuliaan begitu tinggi,
Sesungguhnya nasibku tramat lengket dengan perut bumi
Berapa banyak waktu telah berbuat yang tidak menyenangkan bagiku...
Berapa banyak zaman berbuat jelek, kejam dan mencekik...
Mereka lupa bahwa yang menjadikan kehidupannya dalam serba kesulitan adalah kemaksiatan yang mereka lakukan.
8. Al-Kamilin min al-Ulama'
Adalah orang-orang yang menguasai berbagai disiplin ilmu. Mereka menguasai ilmu-ilmu agama, seperti al-Qur'an, Hadits, fikih, sastra dan lain sebagainya. Iblis datang pada mereka dan melakukan taslbis dengan samar, sehingga ulama itu melihat dirinya dengan mata keagungan terhadap apa yang selama ini diperoleh dan mereka berikan pada orang banyak. Iblis telah menghiasinya dengan kelezatan berlama-lama dalam mencari ilmu dan melupakan bahwa keutamaan ulama adalah karena mengamalkan ilmunya. Seandainya ilmu itu tidak diamalkan maka sesungguhnya ia tidak memiliki arti apa-apa.
Di sisi lain, Iblis melakukan tipu daya bagi orang-orang yang kukuh keilmuan dan amal, sehingga mereka merasa benar perbuatan menyombongkan ilmu, iri pada rekan dan pamer untuk mencari riyasah (kepemimpinan).
Diantara mereka, ada yang selalu terjaga di waktu malam dan menghabiskan siang harinya hanya untuk menulis. Iblis membisikkan bahwa tujuan mereka adalah menyebarkan agama, sementara maksud mereka adalah supaya disebut-sebut namanya, memperoleh ketenaran. Ada juga yang begitu bangga dengan jumlah murid yang banyak, bangga dengan popularitas. Talbis Iblis pada mereka itu mudah dikenali, misalnya ketika ada muridnya yang pindah pada guru lain, ia meresa berat dan tidak terima atas kepindahannya. Wallahu A'lam bi ash-Shawab.

0 komentar:

Template by - Abdul Munir - 2008