SELAMAT DATANG DI BLOG RESMI BADRUDDIN MUHAMMAD

Senin, 29 Juni 2009

TASAWUF dan IHSAN

oleh: Badruddin Muhammad
Sebelum memasuki perbincangan tasawuf lebih jauh pada persoalan dalil-dalil syar‘i, derivasi kata dan sumbernya, di sini penulis terlebih dahulu akan menggunakan difinisi social sebagai pendekatan. Artinya apa yang dirasakan, dimengerti, yang dinamakan adalah lebih penting dari sekedar nama atau sebutan tasawuf yang didasarkan pada persoalan asal-usul kata. Dari sini sesungguhnya tasawuf merupakan ungkapan dari maqam (kedudukan) Ihsan yang merupakan bagian ketiga dari the prophet mission (risalah kenabian) dimana dua bagian lainnya adalah Iman dan Islam.Hadits nabi tentang Ihsan, merupakan hadits yang sangat terkenal sebagaimana berikut ini:
عن عمر (رض) قال: بينما نحن جلوس عند رسول الله صلى الله عليه وسلم ذات يوم إذ طلع علينا رجل شديد بياض الثياب، شديد سواد الشعر، لا يرى عليه أثر السفر ولا يعرفه منا أحد، حتى جلس إلى النبي صلى الله عليه وسلم فأسند ركبتيه إلى ركبتيه ووضع كفيه على فخذيه وقال: يا محمد! أخبرني عن الإسلام؟ فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: الإسلام أن تشهد أن لا إله إلا الله وأن محمدا رسول الله، وتقيم الصلاة, وتؤتي الزكاة، وتصوم رمضان، وتحج البيت إن استطعت إليه سبيلا. قال: صدقت. فعجبنا له يسأله ويصدقه، قال: فأخبرني عن الإيمان. قال: أن تؤمن بالله وملائكته وكتبه ورسله واليوم الآخر، وتؤمن بالقدر خيره وشره. قال: صدقت. قال: فأخبرني عن الإحسان. قال: أن تعبد الله كأنك تراه، فإن لم تكن تراه فإنه يراك. قال: فأخبرني عن الساعة. قال: ما المسؤول عنها بأعلم من السائل. قال: فأخبرني عن أماراتها. قال: أن تلد الأمة ربتها، وأن ترى الحفاة العراة رعاء الشاء يتطاولون في البنيان. ثم انطلق. فلبث مليا، ثم قال: يا عمر أتدري من السائل؟ قلت: الله ورسوله أعلم. قال: فإنه جبريل أتاكم يعلمكم دينكم" (رواه مسلم).
Dari Sayyidina Umar, r.a., ia berkata: Pada suatu hari, ketika kami (beserta sahabat lainnya) sedang duduk bersama Rasulullah SAW., tiba-tiba muncul di tengah-tengah kami seorang laki-laki berbaju putih bersih, rambutnya sangat hitam, tidak terlihat padanya bekas perjalanan, dan tidak satupun di antara kami yang mengenalinya. Sehingga ia duduk di hadapan Nabi SAW., lalu ia menyandarkan kedua lututnya pada kedua lutut Nabi dan meletakkan kedua telapak tangannya di atas kedua paha Nabi SAW., dan ia bertanya: “Hai Muhammad!, Beritakan kepadaku tentang Islam!” Rasulullah SAW., menjawab: “Islam adalah engkau bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allahdan sesungguhnya Muhammad adalah Utusan Allah. Engkau melaksanakan shalat, membayar zakat, puasa Ramadhan dan haji ke Baitullah, jika engkau mampu.” Ia menjawab: “Engkau benar” (Kata Umar) Kami kagum atas orang itu, ia bertanya sekaligus membenarkan. Ia bertanya: “Beritakan kepadaku tentang Iman!” Beliau menjawab: “Engkau beriman kepada Allah SWT., para Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, beriman pada Hari Akhir dan beriman pada ketentuan baik (yang disukai) dan buruk (yang tidak disukai) datangnya dari Allah.” Ia berkata: “Engkau benar” Lalu, beritakan kepadaku tentang IHSAN!” Beliau menjawab: “Engkau mengabdi kepada Allah seakan engkau melihat-Nya, jika engkau tidak dapat, maka ketahuilah sesungguhnya Dia melihatmu.” ….. (Umar brkata) Kemudian orang itu pergi menghilang, meninggalkan tempat tanpa diketahui. Nabi berkata; “Wahai Umar! Tahukah engkau siapa orang yang bertanya itu? Aku menjawab: “Allah dan Rasulnya yang lebih mengetahui” Beliau menjawab: “Sesungguhnya itu tadi adalah jibril, datang pada kalian untuk mengajarkan agama kalian.” (HR. Muslim)
Jadi, tasawuf adalah pilar ketiga dari dari bangun Islam. Artinya Ihsan adalah suatu peringkat atau posisi di mana keimanan itu telah menjadi iman yang nyata di mana sebelumnya masih merupakan iman yang misteri (gaib) dan sulit dirasakan. Yang Mesteri yang diimani ketika sudah sampai pada tataran kesaksian yang nyata, maka inilah yang dimaksud dengan “seakan engkau melihat-Nya), ialah iman yang mencapai pada tingkat Ihsan.
Ketika Islam adalah kesatuan dari tiga pilar (Islam, Iman dan Ihsan), hanya saja pilar ketiga ini merupakan puncak kesempurnaan ketika seseorang mengupayakan terwujudnya Iman dan Islam dari yang semula berupa prasangka yang mesteri menuju kepada yakin yang nyata dan hadir.
Fenomena Ihsan ini sangat nyata dalam kehidupan Rasulullah SAW., dan para sahabatnya. Bagaimana rahasia maqam ini ditransfer Rasulullah kepada para sahabatnya secara ruhani. Hal ini tampak dari ikatan batin dan mahabbah (cinta) antara mereka dan pribadi Rasul.
Seperti halnya Islam yang menuntut kepatuhan terhadap hukum Allah, ditransfer melalui pengajaran, mendengarkan khatbah Rasul mengenai ketentuan-ketentuan adan konsep-konsep seperti, al-haqq dan al-bathil, al-halal dan al-haram, al-wajib, al-mandub, al-makruh dan al-mubah.
Dan, Iman ditransfer melalui gerakan keimanan dan kegiatan spiritual demonstrative yang terlihat dalam gambaran sikap dan prilaku. Ini bisa dilihat, bagamana Bilal bin Rabah, sikulit hitam itu, baru beberapa hari saja ia masuk Islam sedah berani menentang majikannya yang musyrik. Begitu jua Ihsan ditransfer dari hati ke hati, melalui kecintaan dan keterikatan pribadi Rasulullah dengan mereka.
Jadi kalau kemudian keberlangsungan Ihsan sebagai sebuah tradisi dalam pribadi umat Islam secara umum dirasa hilang, maka hal ini tak lain dikarenakan terputusnya kanal relasi antar mereka, ialah cinta. Ketika beberapa orang mengupayakan membuka kembali kanal-kanal relasi yang dapat mengantarkan mereka mencapai derajat Ihsan, maka mereka kemudian menyebutnya dengan Tasawuf. Sesungguhnya hakikat tasawuf yang disingkap oleh al-‘arifun billah hanyalah merupakan uraian-uraian dari yang terindah, dari nuansa makna yang sangat halus dari dalam syari’at itu sendiri. Tasawuf adalah jantung yang berdenyut, darah yang mengalir, hati yang bercahaya. Bagaimana seseorang bisa mencapai maqam “Ihsan, seakan engkau melihat-Nya. Dan jika tidak demikian, maka yakinlah bahwa Dia melukatmu” bila tanpa cinta? Jadi jika ibadah dilaksanakan tanpa cinta dan mengenal-Nya dengan baik, maka ibadah itu tak lebih dari sebuah upacara keagamaan yang hampa.Wallahu ‘alam bishawab.

0 komentar:

Template by - Abdul Munir - 2008